Location: Tanjungsakti, South Sumatra
Sound: Batang Hari Sembilan (see my earlier post about Batang Hari Sembilan in Pagaralam)
Context: After recording Pak Arman Idris’ tracks at his home the
previous day, Jemmie and I continued on towards the village of Tanjungsakti in
search of the traditional Besemah flute called serdam. While that search did not end up yielding the
results we had hoped for, it did lead us to another great find.
While sitting in a friend of a friend’s house waiting for
information on serdam, we asked the
locals whether there were any Batang Hari Sembilan players we could meet. They all seemed to agree that
that was one man that we had to meet: his name, we were told, was Sepri.
Sepri arrived minutes later, and was instantly handed a
guitar. He made a different impression than Pak Arman – while the former had
been a seasoned professional who made an effort to put on traditional garb and
present himself as the face of the Besemah Batang Hari Sembilan tradition, Ka
Sepri (Ka is the preferred Besemah honorific) was more of an everyman, dressed
in blue jeans and a white t-shirt. When asked, he told us he had never
performed for an audience, never recorded, and played for personal enjoyment.
He seemed a bit perplexed and taken aback that we wanted to record him, but he
agreed with a kind of quiet amusement.
When he first began to sing, however, we were blown away, as
he had a powerful, unusual voice that seemed to pour heavily from his throat.
Sitting in the living room of the house, he played four songs for us, one of
which I’ll share with you here. With this song, he told us he couldn’t remember
the pantun, so another man in the room, something of an amateur musician as
well, wrote down some lines (again in the local language, Bahasa Besemah) from
memory. When asked, this man told us he had written the pantun himself, which
is fairly unusual in this traditionalist kind of genre.
Thoughts:
Meeting Ka Sepri was an inspiring moment - here was a musician with so much to offer the world in terms of sheer invididualism and talent, but he had probably only performed for a handful of people. It was also a reminder that Batang Hari Sembilan is a very individualistic style, perhaps unlike any other I've experienced in Indonesia in that each individual musician leaves an idiosyncratic, impossible-to-miss mark on the songs he plays.
Often upon hearing a group or musician play a previously unheard style, I feel the need to mentally check it off this big list of Indonesian Music in my head. However, Ka Sepri reminded me that every individual musician or group has something incredibly unique to offer, and it's absurd to begin to think otherwise. The search is never over - there are always amazing musicians, well-known or obscure, in every corner of the world, just waiting to share their music with the world.
Lokasi: Tanjungsakti, South Sumatra
Suara: Batang Hari Sembilan (lihat post saya terdahulu tentang Batang Hari Sembilan di Pagaralam)
Konteks:
Setelah melakukan rekaman
dengan Pak Arman Idris di rumah beliau sehari sebelumnya, Saya dan Jemmie
melanjutkan perjalanan ke desa Tanjungsakti guna mencari suling tradisional
Basemah bernama serdam. Walaupun pencarian ini tidak sesuai
dengan apa yang kami harapkan (kami tidak bisa menemukan serdam), kami justru mendapat penemuan lain yang lebih menarik.
Waktu itu, sembari kami menunggu
informasi tentang serdam di rumah salah satu kawan, kami bertanya ke masyarakat sekitar
di mana sekiranya dapat kami temui pemain gitar Batang Hari Sembilan. Berdasarkan
penuturan warga, ada satu nama yang “harus” kami temui, yaitu Sepri.
Singkat cerita, Sepri datang tak
lama kemudian dan tanpa banyak basa basi dia langsung memegang gitar. Terdapat kesan yang cukup berbeda
dibandingkan dengan Pak Arman. Tampilan Pak Arman menunjukkan usaha untuk
merepresentasikan dirinya sebagai “wajah” dari Basemah; bagian dari tradisi
Batang Hari Sembilan. Sementara Ka
Sepri (sebutan Ka lazim digunakan di Basemah untuk menyebut nama seseorang)
adalah lelaki biasa, hanya mengenakan jeans biru dan kaos polos warna putih. Saat ditanya, Ka Sepri menjelaskan bahwa dirinya tidak
pernah melakukan pertunjukan khusus dan tidak pernah melakukan rekaman. Dia bermain musik semata-mata untuk
kesenangan pribadi saja.
Karenanya, dia sedikit bingung dan terkejut saat kami bermaksud untuk
merekamnya, meski pada akhirnya ia setuju untuk melakukan rekaman.
Saat Ka Sepri bernyanyi pertama kali,
kami terkesima karena dia memiliki suara yang tidak biasa dan seakan keluar
dengan kuat dari kerongkongannya.
Dia memainkan empat lagu untuk kami, yang mana salah satunya saya bagi
untuk para pembaca. Di lagu
tersebut, Ka Sepri mengatakan bahwa ia tidak ingat pantun yang hendak ia
lantunkan. Alhasil, seorang musisi
amatir lainnya menuliskan beberapa baris pantun (dalam bahasa Basemah) dari
ingatannya. Saat ditanya, musisi
amatir ini mengatakan bahwa dia sudah pernah menulis pantun. Hal ini cukup menarik karena genre
musik Batang Hari Sembilan ini biasanya menggunakan pantun yang kuno dan cukup
tua, sementara pantun yang ditulis oleh musisi ini adalah pantun yang terbilang
baru.
Bertemu dengan Ka Sepri adalah sebuah pengalaman yang inspirasional. Musisi ini memiliki talenta dan gaya yang unik, namun ia mungkin hanya pernah melakukan pertunjukan untuk beberapa orang saja. Hal ini menunjukkan bahwa Batang Hari Sembilan memiliki gaya yang sangat individualistik, mungkin berbeda dengan pengalaman-pengalaman lain saya di Indonesia, karena setiap musisi meninggalkan kesan dan gaya unik yang khas dan mustahil untuk melewatkannya di setiap lagu yang mereka nyanyikan.
Seringkali ketika mendengar sebuah kelompok atau musisi yang memainkan musik dengan gaya yang tidak pernah saya dengar sebelumnya, saya segera menancapkan gaya tersebut di pikiran saya. Namun saat melihat Ka Sepri, saya diingatkan bahwa setiap musisi atau kelompok secara individu memiliki sesuatu yang unik, sehingga menjadi absurd jika kita berpikiran sebaliknya.
Pencarian semacam ini tidak akan pernah berakhir karena selalu terdapat musisi dengan kemampuan yang mengagumkan, baik terkenal maupun tidak, di berbagai ujung dunia dan mereka menunggu untuk membagikan musik mereka untuk dunia.
No comments:
Post a Comment